...
Kekhawatiran
akan lahirnya Perang Dunia III akibat meningkatnya ketegangan antara Amerika
Serikat (AS) dengan Iran, nampaknya mulai mereda. Itu terjadi setelah Presiden
AS Donald Trump mengatakan tidak berniat membalas serangan rudal yang dilakukan
Iran ke pangkalan militernya di Irak Rabu lalu (8/1/2020).
Seperti diketahui, Irak telah
meluncurkan belasan rudal ke dua pangkalan militer AS di Irak, yaitu di
pangkalan Irbil dan Al Asad. Pangkalan militer itu diduduki oleh militer AS dan
pasukan koalisi. Menurut BBC News, Menteri Pertahanan AS Mark Esper, mengatakan
ada 16 rudal diluncurkan dari setidaknya tiga lokasi di Iran dalam serangan
itu.
“Setidaknya 11 dari rudal itu
menyerang pangkalan udara di Al Asad, barat Baghdad, dan setidaknya satu lagi
menghantam pangkalan Irbil,” katanya. Serangan Iran itu merupakan balasan atas
serangan AS pada pekan lalu di Bandara Internasional Irak. Dalam serangan yang
diperintahkan Trump itu, beberapa orang penting Iran, termasuk Jendral Qasem
Soleimani, tewas.
Soleimani merupakan pimpinan
Pasukan Quds Iran. Ia juga dikenal sebagai sosok paling penting nomor dua di
Iran dan dikenal sebagai tokoh revolusioner Iran. Kematiannya telah membuat
Iran bersumpah untuk membalas AS. Iran juga dikabarkan kembali menyerang markas
AS di Irak pada Kamis pagi. CNN melaporkan setidaknya ada dua roket Katyusha,
mendarat di wilayah internasional yang dipimpin AS.
Namun begitu, pihak AS telah
dengan tegas menolak untuk membalas serangan. Dalam pidato Kamis pagi, Trump
mengatakan tidak berniat menggunakan kekuatan militernya untuk melawan Iran.
“Pasukan Amerika kita yang hebat siap untuk apa pun. Iran tampaknya akan
mundur, yang merupakan hal yang baik untuk semua pihak terkait dan hal yang
sangat baik bagi dunia,” kata Trump dalam pidato yang disiarkan televisi dari
Gedung Putih sebagaimana diberitakan BBC, Kamis.
Trump juga mengatakan lebih
memilih menggunakan sanksi sebagai balasan, dan bukannya berperang. Sanksi ini
khususnya diberikan terutama karena nuklir iran. “AS akan dengan segera memperberat
sanksi ekonomi kepada rezim Iran,” tegasnya. Namun, apabila AS membalas dan
kedua negara jadi terlibat perang, sanggupkah Iran membiayai militernya untuk
melawan militer terkuat di dunia itu?
Mengutip CNBC International,
banyak ahli geopolitik mengatakan Iran tidak akan mampu terlibat dalam perang.
Salah satu alasan utamanya adalah karena ekonomi Republik Islam ini telah
melemah setelah bertahun-tahun terkena sanksi AS. Berikut penjelasan
lengkapnya:
Ekonomi
Dalam Resesi
Iran telah dijatuhi sanksi internasional
selama bertahun-tahun. Tujuannya untuk membatasi upaya Iran mengembangkan
program nuklirnya. Sanksi ini telah melumpuhkan ekonomi negara itu. Namun, Iran
menerima sedikit keringanan sanksi saat negara itu menyetujui kesepakatan
dengan enam kekuatan utama dunia pada 2015, dengan syarat Iran mau mengerem
pembangunan nuklirnya. Tetapi, Trump telah memberlakukan kembali sanksi AS
terhadap Iran pada 2018. Sanksi itu kembali menjatuhkan ekonomi Iran ke jurang.
Sektor
Minyak Menurun
Iran diperkirakan memiliki
cadangan minyak mentah terbesar keempat di dunia, menurut Bank Dunia (World
Bank). Sebagian besar pertumbuhan ekonomi negara dan pendapatan pemerintah
bergantung pada penjualan minyak mentah.
Tetapi Iran juga terkena sanksi
ekonomi oleh AS pada 2018 lalu, yang didalamnya termasuk membatasi jumlah
penjualan minyak Iran. Hal itu, menurut perkiraan berbagai lembaga keuangan,
termasuk Dana Moneter Internasional (IMF), telah menyebabkan ekspor minyak
mentah Iran menurun.
Perdagangan
Menyusut
Penurunan ekspor minyak Iran
dan pembatasan internasional pada sektor-sektor lain seperti perbankan,
pertambangan, dan maritime, jelas telah menyebabkan total perdagangan negara
itu dengan dunia menyusut. IMF memperkirakan ekspor negara itu bisa jatuh di
bawah impornya pada 2019 dan 2020.
Meningkatnya
Biaya Hidup
Bank Sentral Iran telah
mempertahankan nilai tukar resmi stabil pada 42.000 real Iran per dolar AS.
Tetapi nilai mata uang ini jauh lebih lemah dari angka itu di pasar tidak
resmi, melemah menjadi 140.000 real per dolar bulan ini di tengah meningkatnya
ketegangan dengan AS, menurut situs valuta asing Bonbast.com.
Mata uang lokal yang lemah
berkontribusi pada tingginya tingkat inflasi di Iran, yang menurut Bank Dunia
memuncak menjadi 52% pada Mei 2019. Itu meningkatkan biaya hidup di Iran,
sementara kesempatan kerja cukup rendah di sana.
Tingkat
Pengangguran Tinggi
Salah satu implikasi utama dari
ekonomi yang stagnan atau menurun adalah meningkatnya tingkat pengangguran. Hal
itu terjadi di Iran. Kurangnya lapangan kerja dapat memperburuk kemiskinan di
Iran, kata Bank Dunia. Tercatat bahwa kemiskinan negara, diukur dengan proporsi
orang yang daya belinya di bawah US$ 5,50 per hari, telah meningkat dari 8,1%
pada 2013 menjadi 11,6% pada 2016.
Defisit
Fiskal Melebar
Pemerintah Iran memiliki
keuangan yang terbatas untuk melahirkan langkah-langkah yang bisa mendorong
ekonomi negara. Keadaan itu telah diperburuk oleh aktivitas ekonomi secara
keseluruhan yang lemah dan pembatasan penjualan minyak di luar negeri.
Kendala
fiskal seperti itu akan membatasi kemampuan Iran untuk mendanai perang,
meskipun beberapa ahli mengatakan Teheran masih bisa meningkatkan agresi
terhadap AS dengan menggunakan pasukan proxy di Timur Tengah, yang membentang
dari Suriah dan Yaman hingga Afghanistan.
Sumber : https://vlsindonesia.com/apa-iran-memang-mampu-menyulut-perang-dunia-iii-dengan-as/
Perdagangan dalam CFD dan produk dengan leverage umumnya melibatkan potensi keuntungan yang besar dan juga risiko kerugian yang besar, anda bisa mendapatkan banyak dalam waktu yang lebih singkat, tetapi anda juga mungkin kehilangan semua modal yang diinvestasikan. Anda harus mendapatkan saran finansial, legal, perpajakan dan saran profesional lainnya sebelum bergabung dalam transaksi CFD untuk meyakinkan bahwa ini merupakan hal yang cocok dengan tujuan, kebutuhan dan keadaan anda. PT. Victory International Futures tidak menawarkan layanan kami kepada penduduk yurisdiksi tertentu seperti diantaranya Amerika Serikat, Iran, Korea Utara dan Kanada.
Copyright © PT. Victory International Futures. All Rights Reserved.