Harga Minyak Brent & WTI Bergerak Tak Seirama, Ada Apa?


Harga minyak mentah acuan jenis Brent dan West Texas Intermediate (WTI) untuk kontrak yang ramai diperdagangkan bergerak tak seirama pagi hari ini. Pelaku pasar masih terus mencermati berbagai risiko yang berpotensi membuat keseimbangan supply & demand kembali goyang.

Jumat (15/5/2020), harga minyak mentah kontrak berjangka acuan internasional (Brent) dan AS (WTI) bergerak berlawanan arah. Pada 09.35 WIB Brent naik 0,29% ke US$ 31,22/barel. Di waktu yang sama kontrak WTI malah turun 0,25% ke US$ 27,49/barel.

Memasuki bulan Mei sentimen di pasar energi terutama minyak mentah mulai membaik dengan dipangkasnya produksi oleh beberapa negara kartel seperti Arab, Rusia dan kolega (OPEC+). Pemangkasan produksi juga didukung dengan turunnya output (produksi) minyak mentah AS. 

OPEC+ sepakat untuk memangkas produksi minyak sebanyak 9,7 juta barel per hari (bpd) pada Mei dan Juni. Volume tersebut setara dengan 9,7% output minyak global. Bahkan Arab Saudi sebagai pemimpin de facto OPEC secara sukarela akan memangkas produksi minyaknya sebanyak 1 juta bpd (barel per hari) pada Juni nanti. 

Jika hal tersebut dilakukan maka, Arab Saudi secara total memangkas output-nya hingga lebih dari 7 juta bpd. Langkah yang sama juga diikuti oleh Uni Emirat Arab dan Kuwait yang juga berencana memangkas produksi minyak sebanyak 180 ribu bpd. 

Di saat yang sama penurunan jumlah kasus infeksi corona (Covid-19) di berbagai negara membuat pembatasan serta lockdown yang diterapkan mulai dilonggarkan. Artinya produksi turun dan permintaan mulai terkerek naik seiring dengan geliat ekonomi yang mulai tampak.

Ketika produksi turun dan permintaan mulai terkerek naik maka dampaknya adalah stok atau persediaan minyak menjadi berkurang. Stok minyak yang berlebih inilah yang sebenarnya membuat harga minyak mentah terjun bebas.

Untuk pertama kalinya dalam 15 pekan stok minyak mentah AS mencatatkan penurunan sebesar 745 ribu barel menjadi 531,5 juta barel pada pekan lalu yang berakhir pada 8 Mei 2020. 

Namun ada beberapa faktor yang masih membuat pasar cemas sampai saat ini. Pertama, pembukaan ekonomi yang terlalu dini berpotensi memicu terjadinya gelombang kedua wabah.

Setelah ekonomi berangsur-angsur dibuka beberapa negara seperti AS, China, Jepang dan Korea Selatan. Di Korea Selatan bahkan pertambahan jumlah kasus baru yang berhasil ditekan sampai single digit pada awal Mei, kini kembali ke angka puluhan setelah beberapa klub dan bar dibuka dan menjadi klaster baru infeksi virus.

Jika gelombang kedua datang dan pembatasan kembali dilakukan, prospek ekonomi akan menjadi semakin suram. Permintaan minyak juga bisa semakin anjlok. Harga minyak pun berpotensi tertekan dan berbalik arah.

Ancaman kedua yang berpotensi membuat harga minyak kembali jatuh adalah tensi Washington-Beijing yang kembali panas. Kemarin (14/5/2020), Trump mengungkapkan kekecewaannya terhadap China.

"Kami punya banyak informasi, dan itu tidak bagus. Apakah (virus corona) datang dari laboratorium atau dari kelelawar, pokoknya berasal dari China. Mereka semestinya bisa menghentikan itu dari sumbernya," kata Trump dalam wawancara dengan Fox Business Network, seperti dikutip dari Reuters.

Presiden ke-45 AS itu pun menuding China telah gagal menangani wabah Covid-19 sehingga menyebabkan lebih dari 200 negara dan teritori di dunia menjadi terjangkit. Sampai hari ini jumlah orang yang dinyatakan positif terjangkit virus mencapai 4,4 juta orang. AS menjadi penyumbang terbanyak mencapai 1,3 juta orang lebih.

Upaya untuk menekan penyebaran virus berupa lockdown di berbagai negara bagian AS telah menimbulkan serangkaian konsekuensi. Angka pengangguran di AS meningkat. Data Departemen Ketenagakerjaan AS mencatat sejak pertengahan Maret lalu sudah ada 36,5 juta klaim tunjangan pengangguran.

Tak bisa dipungkiri, pandemi membuat ekonomi AS luluh lantak. Pada kuartal I-2020, ekonomi AS mengalami kontraksi 4,8% (annualized). Ini menjadi kontraksi terdalam sejak krisis keuangan 2008 dan jadi yang pertama sejak 2014.

Hal ini menjadi sebuah kenyataan pahit yang harus diterima AS. Trump yang gusar jadi tak berselera untuk melanjutkan negosiasi dagang dengan mitranya Negeri Tirai Bambu. Kesepakatan dagang fase I yang diteken pada 15 Januari lalu terancam tak dilanjutkan.

Saking geramnya Presiden AS ke-45 itu bahkan beredar kabar AS tengah mempersiapkan sebuah Undang Undang yang bertujuan untuk menjegal China. China harus bertanggungjawab atas semua kekacauan yang terjadi hari ini. Seorang anggota Senat AS mengungkapkan, pemerintah sedang mematangkan Rancangan Undang-undang Pertanggungjawaban Covid-19 (Covid-19 Accountability Act).

Dalam UU tersebut, China disebut harus bertanggung jawab penuh dan siap menjalani penyelidikan yang dipimpin oleh AS, sekutunya, dan WHO. China juga bisa didesak untuk menutup pasar tradisional yang menyebabkan risiko penularan penyakit dari hewan ke manusia menjadi sangat tinggi.

UU itu juga mengatur sanksi bagi China. Misalnya pembekuan aset warga negara dan perusahaan China di AS, larangan masuk dan pencabutan visa, larangan individu dan perusahaan China untuk mendapatkan kredit, sampai melarang perusahaan China untuk mencatatkan saham di bursa AS.

"Saya sangat kecewa terhadap China, mereka seharusnya tidak pernah membiarkan ini terjadi. Kami sudah membuat kesepakatan (dagang) yang luar biasa, tetapi sekarang rasanya sudah berbeda. Tinta belum kering, dan wabah ini datang. Rasanya tidak lagi sama," keluh Trump.

Jika Trump lebih memilih balas dendam ekonomi ke China maka ini bukan kabar yang baik untuk perekonomian global. Ekonomi bisa mengalami kontraksi berkepanjangan dan periode pemulihan akan berjalan lama. Permintaan minyak pun berpotensi kembali anjlok.

Sumber : https://www.cnbcindonesia.com/market/20200515093202-17-158706/harga-minyak-brent-wti-bergerak-tak-seirama-ada-apa


Tinggalkan komentar:

Perdagangan dalam CFD dan produk dengan leverage umumnya melibatkan potensi keuntungan yang besar dan juga risiko kerugian yang besar, anda bisa mendapatkan banyak dalam waktu yang lebih singkat, tetapi anda juga mungkin kehilangan semua modal yang diinvestasikan. Anda harus mendapatkan saran finansial, legal, perpajakan dan saran profesional lainnya sebelum bergabung dalam transaksi CFD untuk meyakinkan bahwa ini merupakan hal yang cocok dengan tujuan, kebutuhan dan keadaan anda. PT. Victory International Futures tidak menawarkan layanan kami kepada penduduk yurisdiksi tertentu seperti diantaranya Amerika Serikat, Iran, Korea Utara dan Kanada.

Pakuwon Center
Superblock Tunjungan City
Office Building Lt. 15 Unit 5-7
Jl. Embong Malang No. 1, 3, 5
Surabaya 60261
0800 - 156 - 5758
+62 31 9924 8699