Emas Tak Selalu Jadi "Bungker" Saat Resesi, Ini Buktinya!


Harga emas dunia terbang hingga mencetak rekor tertinggi sepanjang masa di tahun ini, sebabnya pandemi penyakit virus corona (Covid-19) yang membuat perekonomian global nyungsep, resesi terjadi di mana-mana.

Kala resesi melanda, harga emas sudah pasti menjadi salah satu investasi favorit, sudah jelas karena menyandang status aset aman (safe haven). Dengan status tersebut, resesi yang sudah terjadi di banyak negara termasuk Amerika Serikat (AS) justru menjadi berkah bagi logam mulai, harga emas dunia mencetak rekor tertinggi sepanjang masa US$ 2.072,49/troy ons Jumat lalu. Emas seakan menjadi "bungker" yang melindungi kekayaan dari penurunan nilai akibat kemerosotan ekonomi. 

Sepanjang tahun ini hingga akhir pekan lalu, harga emas dunia melesat lebih dari 33%.

Sebelum tahun ini, resesi terjadi pada tahun 2008, yang terkenal dengan nama Krisis Finansial Global (Global Financial Crisis/GFC). Amerika Serikat menjadi episentrum krisis, yang diawali dengan kredit macet di sektor properti (subprime mortgage), dan menimbulkan efek domino yang menyebabkan kebangkrutan pada beberapa lembaga keuangan, seperti Lehman Brothers.

Amerika Serikat akhirnya mengalami resesi yang berlangsung selama 4 kuartal. Kontraksi ekonomi AS dimulai pada kuartal III-2008, dan baru berhasil tumbuh satu tahun berselang.

Seperti diketahui GFC menjadi awal tren kenaikan emas dunia hingga akhirnya mencetak rekor tertinggi sepanjang masa US$ 1.920,3/troy ons pada September 2011. Rekor tersebut baru pecah lagi di di tahun ini.

Tetapi saat terjadi resesi di tahun 1998 di Asia termasuk Indonesia, yang saat itu dikenal dengan krisis moneter, harga emas justru membukukan kinerja negatif.

Krisis yang terjadi saat itu berawal di Thailand pada Juli 1997 sebelum merembet ke negara lainnya, termasuk Indonesia. Berdasarkan data Refinitiv, di awal Juli harga emas dunia berada di level US$ 334/troy ons, setelah krisis terjadi bukannya menguat logam mulia ini justru melemah.

Di akhir 1997, emas berada di level US$ 288,8/troy ons, melemah 13,5% dibandingkan posisi awal Juli. Kemudian di akhir 1998 emas berada di US$ 288/troy ons, nyaris stagnan dibandingkan posisi akhir 1997.

Selanjutnya di akhir 1999, logam mulia ini berada di level US$ 287,5/troy ons, lagi-lagi nyaris stagnan.

Seperti dijelaskan sebelumnya, resesi bahkan krisis yang terjadi di Asia pada 1998 tidak berdampak pada penguatan harga emas. Sebabnya, krisis tersebut tidak meluas, bahkan beberapa negara di Asia juga tidak terdampak, atau dampaknya minim.

Beda halnya jika Amerika Serikat, Sang Raksasa ekonomi dunia yang mengalami krisis. Seluruh dunia jadi kena dampaknya. Selain itu, faktor utama melesatnya harga emas dunia adalah kebijakan moneter yang diterapkan bank sentral AS (Federal Reserve/The Fed), dan bank sentral negara-negara maju lainnya.

Kebijakan The Fed di tahun 2008 sama dengan yang diterapkan saat ini, suku bunga 0,25% dan program pembelian aset (obligasi pemerintah dan surat berharga lainnya) atau yang dikenal dengan istilah quantitative easing (QE).

12 tahun lalu saat terjadi krisis finansial global, guna membangkitkan perekonomian saat itu bank sentral AS (Federal Reserve/The Fed) membabat habis suku bunga acuan (Federal Funds Rate/FFR). Total dalam waktu 2 tahun, The Fed yang kala itu dipimpin oleh Ben Bernanke memangkas FFR sebesar 500 basis poin atau 5%, dari sebelumnya di awal 2007 sebesar 5,25% menjadi < 0,25% di akhir tahun 2008. Suku bunga nyaris 0% tersebut bertahan hingga 7 tahun, hingga akhirnya dinaikkan pada Desember 2015.

The Fed menerapkan kebijakan QE dalam tiga tahap, QE1 dimulai November 2008, kemudian QE2 dimulai pada Juni 2011, dan Q3 yang dimulai pada September 2012, dengan jumlahnya pembelian aset yang terus meningkat

Tidak hanya The Fed, banyak bank sentral utama dunia juga melakukan hal yang sama, suku bunga rendah dan QE yang membuat pasar banjir likuiditas, dan rally panjang kenaikan harga emas pun dimulai hingga mencapai rekor tertinggi sepanjang masa US$ 1.920,3/troy ons. Kini, nyaris 10 tahun setelahnya, emas kembali mencetak rekor tertinggi sepanjang masa.

Jika di tahun 2008 krisis dipicu oleh subprime mortgage di AS, tahun ini dipicu oleh virus corona.

Sang raksasa ekonomi Amerika Serikat pun resmi mengalami resesi lagi di kuartal II-2020.

Sekali lagi, guna membangkitkan perekonomian, The Fed di tahun ini membabat habis suku menjadi <0,25% di tahun ini, dibandingkan akhir tahun lalu sebesar 1,75%. Selain itu, The Fed di bawah pimpinan Jerome Powell juga mengaktifkan kembali program QE yang sudah dihentikan pada Oktober 2014 lalu.

Bahkan, QE The Fed kali ini nilainya tak terbatas, artinya seberapun akan dikucurkan selama dibutuhkan untuk membangkitkan perekonomian. Sementara pada 2008 hingga 2014, nilai QE The Fed dipatok setiap bulannya.

Besarnya QE The Fed bisa terlihat dari Balance sheet yang menunjukkan nilai aset (surat berharga) yang dibeli melalui kebijakan quantitative easing.

Semakin banyak jumlah aset yang dibeli, maka balance sheet The Fed akan semakin besar. Di akhir 2014, saat QE resmi dihentikan, nilai Balance Sheet The Fed mencapai US$ 4,5 triliun. Setelah tahun 2014, Balance Sheet The Fed terus menurun, akibat kebijakan normalisasi yang dilakukan.

Di tahun ini, ketika QE kembali diaktifkan, nilai Balance Sheet The Fed langsung melonjak, per Juni 2020 sudah mencapai US$ 7,14 triliun, dan kemungkinan masih akan terus meningkat.

Itu baru The Fed, belum lagi bank sentral lainnya yang juga menerapkan QE dengan jumlah besar, bahkan beberapa bank sentral, seperti bank sentral Australia baru pertama kali menerapkan QE.

Belum lagi gelontoran stimulus fiskal yang dilakukan pemerintah di berbagai negara, sebut saja AS dengan stimulus fiskal jumlah US$ 2 triliun, dan mungkin akan ditambah lagi.

Semua kebijakan tersebut memicu banjir likuiditas, yang menjadi salah satu "bahan bakar" emas melesat hingga mencapai rekor tertinggi di pertengahan tahun ini.

 

Sumber : cnbcindonesia.com

 

Tinggalkan komentar:

Perdagangan dalam CFD dan produk dengan leverage umumnya melibatkan potensi keuntungan yang besar dan juga risiko kerugian yang besar, anda bisa mendapatkan banyak dalam waktu yang lebih singkat, tetapi anda juga mungkin kehilangan semua modal yang diinvestasikan. Anda harus mendapatkan saran finansial, legal, perpajakan dan saran profesional lainnya sebelum bergabung dalam transaksi CFD untuk meyakinkan bahwa ini merupakan hal yang cocok dengan tujuan, kebutuhan dan keadaan anda. PT. Victory International Futures tidak menawarkan layanan kami kepada penduduk yurisdiksi tertentu seperti diantaranya Amerika Serikat, Iran, Korea Utara dan Kanada.

Pakuwon Center
Superblock Tunjungan City
Office Building Lt. 15 Unit 5-7
Jl. Embong Malang No. 1, 3, 5
Surabaya 60261
0800 - 156 - 5758
+62 31 9924 8699